Selasa, 06 April 2021

Tulisan Eno

Tulisan pertama di tahun 2021, rada panjang. semoga berkenan membaca hingga selesai 😉😊

Selama kurang lebih 12thn belakangan, udah kenyang ditanya

"kapan nikah?"

"Ngape pula belum nikah?"

"Ndak bosan ke belum nikah sampai sekarang?"

"Haaaa? Belum nikah² agik? Ape yg ditunggu? Kebanyakan milih nih"

Ayo apalagi kira² pertanyaan nyelekit yg (pernah) mampir ke kamu seputar pertanyaan kapan nikah? .

Saya jawab 1/1 yuk... Sekalian ngeluarin jawaban yg kalau dikeluarkan secara verbal, berpotensi menimbulkan perang dunia kesekian hahahaaha. 

"Kapan nikah?"

=> kalau waktunya tiba. 

     Iya kan? Jawaban paling bener itu, kalau sudah waktunya (menurut Allah) nikah, ya nikahlah. Walau baru kenal sebentar, walau cuma proses sebentar, walau dulu²nya sepertinya jodohnya gak masuk kriteria. Tapi, kalau udh waktunya... Ya bakal mudah aja gitu jalannya. Banyak orang yg saya kenal mengalami ini. Bahkan tanpa aktivitas pacaran. So, saya bakal nikah kalau waktunya tiba. Yg saya sendiri sampai detik ini juga gak tahu kapan. Gak pernah dapat bocoran soalnya. Ikhtiar nyari mah tetap, mengerahkan semua teman dari sabang - merauke, dari lintas pulau, lintas negara, bahkan sampai lintas benua. Sudah semua saya mintain tolong. Tapi, karena emang belum waktu dan belum jodohnya, ya gak jadi terus.

"Ngape pula belum nikah?"

=> kurang lebihlah jawabannya dengan di jawaban di atas. 

FYI...Belum nikah bukan karena gak nyari ya.. Nyari mah teteeeep. Mungkin karena gak pacaran, jadi dikira gak nyari. Padahal mah udah nyari. 

Doa mah jangan ditanyalah ya. 

 

"Ndak bosan ke belum nikah sampai sekarang?"

=> aduuuuuuhhhh.... Hmmmmmmm... Gak sih hahahahaahaha. Kalau sekali² ngerasa baper sih iya. Tapi, kalau bosan.. Ya gak. Emang kalau ngerasa bosan, jodoh bisa datang gitu? Gak juga kan? Heheehe. 

Lagian, aneh banget sih nanya soal nikah tapi dikaitkan dengan rasa bosan. 

Kalau saya balik pertanyaannya "ooh masih sama suami? Gak bosan?" Gimana? Pertanyaannya sama anehnya kan? 

So... Kalau ditanya bosan apa gak belum nikah sampai sekarang, jawabannya ya gak heheehehe. 

 

"Haaaa? Belum nikah² agik? Ape yg ditunggu? Kebanyakan milih nih"

=> nunggu jodoooooooh.... Ya milihlah buat pasangan hidup. Milih pasangan kan bukan kayak milih baju, sekiranya gak cocok atau gak pas bisa diganti. Ya bisa sih mau ganti pasangan. Tapi, emang ada orang yg nikah niatnya mau gonta ganti? Seeror²nya orang, pasti dia pengen nikahnya sekali seumur hidup. 

Nah maka dari itulah.. Nyari pasangan harus hati², gak bisa grasak grusuk. 

Ya saya tahu sih, umur saya gak makin muda, tapi.. Saya pikir, saya masih berhak untuk menentukan pasangan hidup. Sejauh ini orang tua saya (sepertinya) menahan gregetan yg amat sangat karena anaknya ini (terkesan) milih² pasangan. 

FYI... Saya gak nyari orang yang sempurna, gak pernah sama sekali. Karena saya sadar banget bahwa saya juga sosok yg jauh dari kata sempurna. Yg saya cari adalah laki² yg dengannya saya bisa membangun RT sesuai visi Islam. Yg sama² mau belajar untuk menjadikan RT yg sakinah mawaddah warahmah. 

Ya.. Manalah ada yg sempurna. Kan semua berproses. Nah... Sekali lagi, saya GAK PERNAH nyari laki² yg sempurna, saya hanya mencari laki² yg satu visi pernikahan dengan saya. 

Yg visinya menikah BUKAN HANYA agar dibilang udah punya pasangan. Tapi, yg bersedia sama² berusaha memperbaiki diri, sama² berjuang agar membangun RT yg berkah, yg mau sama² belajar gimana menjadi pasangan yg sholeh/ah, yg mau sama² belajar untuk jadi orang tua yg baik (even anaknya belum ada). Intinya yg mau sama² belajar. 

Di proposal pernikahan (ntar deh kapan² saya jelaskan tentang proposal pernikahan ini), Saya emang menuliskan tentang kriteria laki² yg saya inginkan menjadi pendamping hidup saya, yaitu 1 agama, tidak pernah tinggal sholat, punya pekerjaan dan punya rasa tanggung jawab tinggi, setia dan membuat saya merasa aman dan nyaman, tidak merokok, dan tidak anti medis. Banyak orang menganggap bahwa kriteria yang saya sebutkan itu berlebihan, padahal itu dasar banget loh. Saya juga gak menyebut kriteria fisik sebagai hal mutlak, walaupun ya saya pasti punya kriteria fisik. Tapi, buat saya, hal itu adalah hal yg paling bisa dikompromikan. 

Terkait dengan kriteria – kriteria yang saya sebutkan, akan saya jelaskan :

1 agama = ini syarat mutlak yg tidak bisa diganggu gugat. Karena saya muslimah, maka pasangan wajib muslim. 

Kalau mu'alaf? Hmmmm, bisa dipertimbangkan jika memang convertnya ke Islam memang karena keinginan sendiri dan bersungguh² belajar tentang Islam. 

Tidak pernah tinggal sholat = ini juga harus, gak bisa diganggu gugat juga. Saya gak mau 'gambling' menikah dengan orang yg malas sholat. Emang sih, banyak contoh, ada orang yg dulunya malas sholat, trus berubah jadi rajin sholat. Tapi, apa ada jaminan bakal bisa kayak gitu. Untuk seorang muslim/ah, sholat itu dasar banget loh. Mau kamu sholeh atau gak, kalau sholat gak pernah tinggal, berarti masih ada Allah dihati, berarti masih ada bibit kebaikan, tinggal dipupuk aja. Kalau, sholat aja ditinggalkan, bagaimana dia mau membimbing keluarganya. Sedangkan sholat itu tiang agama. Bagaimana mungkin saya membangun RT dengan orang yg gak pernah (atau malas) sholat. Maafkan saya, tapi ini syarat yg gak bisa diganggu gugat. 

Punya pekerjaan dan rasa tanggung jawab = sejatinya saya gak nentukan pekerjaannya apa sih, tapi ya tetap berpenghasilan, cukup stabil sehingga saya gak perlu merasa was². Gak harus kaya, tapi cukup (tapi kalau mapan ya Alhamdulillah ,I’am a realistis woman). Bertanggung Jawab, karena saya yakin, laki² yg punya rasa tanggung jawab tinggi tidak akan mau dan tidak akan rela membiarkan keluarganya menderita. Menderita dalam hal ini bukan hanya terkait materi ya.

Setia, membuat rasa aman dan nyaman = ini berkaitan dengan rasa insecure, tidak percaya diri dan trauma yg ada dalam diri saya, sehingga sifat ini yg saya cari dr pasangan hidup saya nantinya. 

Gak banyak yg tau (mungkin bahkan mungkin gak ada yg tahu) bahwa saya trauma dengan laki² bersuara tinggi, dengar laki² ngebentak (walau bukan saya yg dibentak) membuat saya merinding dan jatung saya bedebar kencang. Tapi, mungkin karena saya sudah sangat terlatih untuk menyembunyikannya, maka orang lain melihatnya saya baik² saja. Padahal, saya berusaha dengan amat sangat keras untuk tidak gemetaran, dan berdamai dengan diri sendiri. Karena itu, syarat ini saya sebutkan. 

Tidak merokok = ini yg selalu menjadi perdebatan dengan orang tua saya (khususnya ibu). Ibu selalu bilang, ya mana adalah jaman sekarang cowok yg gak merokok? Ada bu, adaaaaa... Walau sayangnya kebanyakan sudah punya orang (dan ini udah terlarang banget buat dilirik) atau gak tertarik sama anakmu ini hehehehe. Memang sih, bapak saya contoh nyata bahwa perokok bisa berhenti... Tapi, perlu berapa puluh tahun untuk berhenti merokok? Masak saya harus menanti puluhan tahun dulu. Iya kalau berhenti, kalau gak?. Perokok di mata saya adalah orang² egois yg selalu merasa bahwa rokoknya tidak bermasalah. Masak ntar menikah, akan selalu dipenuhi dengan perdebatan terkait rokok ini? Karena di depan mata saya juga, saya menemukan banyak perokok yg gak bisa berhenti merokok. Walau sudah banyak contoh yg meninggal karena perokok berat, dengan dalih takdir.

Sungguh, berat rasanya mengiyakan untuk menikah dengan perokok berat. 

Mungkin kalau dia perokok tapi emang sudah niat berhenti merokok dan sudah melaksanakan niatnya, cuma butuh penguatan dari pasangan. maka dalam kasus ini, masih amat mungkin  saya pertimbangkan. 

Asli... Pembicaraan tentang rokok dan perokok ini selalu jadi topik sensitif yg bisa memicu pertengkaran dengan banyak orang yg ingin mencarikan saya pasangan hidup. Mungkin karena sedikit sekali, orang – orang di sekitar mereka yang tidak merokok. Sehingga kriteria ini terkesan susah banget.

Tidak anti medis = buat orang lain, mungkin ini hal sepele. Tapi, sayangnya buat saya tidak seperti itu. Karena, banyak terlihat di depan mata saya, laki² yg anti medis, sehingga ketika pasangannya butuh bantuan medispun tidak mau, atau kalaupun akhirnya meminta bantuan medis, sudah dalam keadaan yang payah sekali. Saya gak masalah dengan orang yg percaya herbal, silahkan. Tapi, sebisa mungkin tidak membenturkan kedua hal tersebut, diusahakan bisa berjalan seiring. Jika sakitnya hanya demam ringan atau flu ringan atau cuma sekedar pegel², ya silahkan berikhtiar dengan minum herbal. Tapi, kalau sudah sampai tahap penyakit berat, ya gak keukeuh dengan herbal, karena pengobatannya harus spesifik, dan yg bisa melakukan itu cuma medis. 

Lalu, berkaitan dengan itu apakah saya medis 100%.ya gak juga... Saya berusaha untuk seimbang.. Sesuai porsi. Dan itu juga yg saya harapkan dari pasangan saya.

Naaaaah... Itu penjelasannya. Menuliskan ini semua kemudian menaruhnya di socmed juga membutuhkan keberanian yg seringkali hilang dari diri saya.  udah takut duluan sama pendapat orang². pun mengatakannya secara verbal kepada keluarga, terus terang saya gak cukup siap, karena kemungkinan akan berujung pada pertengkaran, jadi ya ditulis aja. 

Banyak hal yg masih bisa DIBACARAKAN dan DIPERTIMBANGKAN, tapi hal² di atas adalah hal² yg cukup sulit buat saya rubah. 

Mungkin, buat orang², menikah ya menikah saja. Ganti status, dari lajang menjadi punya pasangan. kalau punya anak, ya udah punya anak aja, diasuh seperti orang² kebanyakan. 

Tapi buat saya... Menikah tidak sesimple itu. Ada perjanjian berat di dalamnya, yg harus saya (dan pasangan) pertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. 

Sakinah mawaddah warahmah dan barokah... Itu tujuan utamanya. 

Tidak... Saya tidak berharap pernikahan sempurna seperti di dongeng² atau di drama² Korea. No... Big No. saya sudah banyak melihat pernikahan teman² sama yg bermasalah.. Maka itulah, saya benar² berhati² dalam menentukan pasangan. Karena, mencari pasangan hidup bukan hanya perkara menemukan seseorang yang bisa menerima kita dan kitapun bisa menerimanya, tapi juga menyiapkan ayah yg baik untuk anak – anak yg (insyaAllah) dititipkan kelak.

So… jadi mungkin ini jawaban dari pertanyaan – pertanyaan terkait kapan nikah yang ditujukan ke saya.semoga bisa sedikit memahami saya.

Oh ya, FYI… sebelum udahan ngetiknya, saya Cuma mau bilang, biasanya kesan pertama saat dikenalkan itu akan menentukan apakah saya bersedia lanjut proses atau tidak, bukan hanya terkait fisik ya, tapi lebih kepada gaya dan pembawaan. Tapi, biasanya sih tetap aja saya istikharahkan, nanya kepada Allah yang Maha Tahu. 

beneran udahan deh... panjang banget ini tulisannya. terima kasih sudah membaca 😊

4 komentar:

 

MyHistory Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates