Rabu, 03 Januari 2018

AAC 2

Tulisan pertama di tahun 2018. saya akan menulis tentang review film AAC 2, yang akhirnya saya putuskan untuk nonton, setelah mengalami pergulatan batin (#halaaaah).
Pada awalnya, sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk menonton film ini. karena pertama saya gak baca bukunya, dan saya tidak terlalu suka film Indonesia.

Waktu itu janjian sama teman buat nonton. Walaupun keinginan buat nonton itu hanya sekitar 60%. Maju mundur mau nonton. Apalagi ditambah baca review – review tentang film ini. makin mundurlah mau nonton. Tapi, pada akhirnya saya memutuskan untuk menonton, dengan niat mengapresiasi film bertema Islami. Saya mikirnya, ya kalau saya dengan mudah mengeluarkan tiket untuk menonton film barat yang gak ada unsur dakwahnya hanya karena saya suka. Masak sih untuk film bertemakan dakwah ini, saya gak mau. Jadilah, akhirnya saya memutuskan untuk nonton. Berusaha untuk melupakan review – review yang sudah saya baca. (insyaAllah di akhir tulisan, akan saya sertakan link review – review film tersebut), walaupun tetap gak bisa hahahaha.

Tapi, jujur saya katakan... secara garis besar, film ini lebih baik dari perkiraan saya. Cukup bagus dan layak lah buat di tonton. Walaupun ada beberapa scene yang emang lebay banget, dan agak gak masuk akal, tapi, heeeei.... di drakor aja banyak banget hal yang gak masuk akal...tapi tetap asyik – asyik aja buat ditonton (hahahahaha perbandingannya).

Ada beberapa sih yang jadi pertanyaan saya.... tentang bahasa yang digunakan. Kenapa campur – campur, kadang mereka tetap menggunakan bahasa Inggris. Kalau emang mau buat memudahkan penonton, ya udah lah blaaas pake Bahasa Indonesia aja gitu. Tapi, yaaaah itu mungkin buat ngasih kode bahwa sebenarnya percakapan itu menggunakan bahasa Inggris. Kita anggap aja seperti itu ya.

Bagian lain yang agak gak masuk akal buat saya adalah ketika Fahri bisa atau sanggup mengerahkan sumber daya nya buat ngelacak situs tempat si Kiera mau “jual diri”. Kenapa itu gak dilakukan untuk mencari Aisha? Trus, masak sih Fahri gak inget sama cita rasa masakan istrinya, teh buatan istrinya. Paling gak, seharusnya ada monolog gitu di dalam filmnya, kayak Fahri lagi ngebatin gitu “kok rasanya kayak buatan Aisha ya?”. karena katanya di bukunya, si Fahri ini sebenarnya sudah curiga sama sosok Sabina. Itu yang gak ketangkap di film ini. padahal gak perlu nambah adegan sih, Cuma ditambah monolog aja pas Fahri nyicip makanan buatan istrinya. Kalau ini kan dia lempeng aja gitu. (sesungguhnya saya gregetan hahaha)

Kalau masalah Aisha yang memilih untuk tidak mau mengungkap dirinya karena merasa bukan lagi wanita seutuhnya, sedikit banyak saya bisa ngerti lah. Sapa sih yang mau diterima hanya karena belas kasihan. Walaupun seharusnya,dengan kebaikan Fahri yang MasyaAllah ... kayaknya gak susah – susah amat lah buat Fahri untuk menerima kondisi Aisha (toh pada akhirnya dia nerima juga :P). oh iya, pas scene ini, bisa diambil hikmahnya..Si Aisha rela merusak dirinya agar kehormatannya tetap terjaga. ceritanya kan dia ditangkap sama tentara zionis, daripada kehormatannya dirampas jadilah si Aisha merusak dirinya (dalam arti sebenarnya).... abaikan saja betapa tidak masuk akalnya dia gak pendarahan hebat #eh (X_X).

Scene paling nyesek (versi temen saya) adalah ketika Aisha ngeliat pernikahan Fahri. Teman saya nangis loh, tapi bukan karena terharu...tapi karena membayangkan betapa hancurnya hati Aisha #eaaaaa. Kalau saya? Blaaaaasss...biasa aja hahahahaha. eh ada sih yang buat saya baper dikit, pas scene mereka sholat bareng, bapernya dikiiiiit kok gak banyak hahahaha

Skip aja lah bahas soal scene debat yang menurut saya sepertinya forum penyampaian opini hehehe. Walaupun pada scene ada saat si nenek yang beragama Yahudi itu membela Fahri.

Yang paling gak masuk akal adalah scene terakhir, saat Face Off... aduhai saya jadi ingat Face Off nya John Travolta dan Nicolas Cage hahahahaha. Jadi bertanya – tanya, emang Face off beneran bisa ya? dan dibolehkan menurut syari’at??. Tapi, ya kembali lagi mengingat bahwa ini fiksi. Namanya Fiksi, bisa dibuat sedemikian rupa, bahkan ketika keliatan gak masuk akal di dunia nyata J.

Akhir kata, saya menyarankan anda untuk menonton film ini. karena secara keseluruhan film ini layak tonton kok, menghibur, dan ada begitu banyak hikmah yang bisa kita ambil di dalamnya. Kalau mau dan kalau boleh membandingkan, film ini lebih baik dari film DSC yang beberapa lalu saya tonton juga.

Oh ya, Lupakan saja bahwa wajah Hulusi begitu Indonesia padahal dikisahkan dia orang Turki, atau si Nenek Yahudi (lupa nama perannya euy X_X) yang Indonesia banget padahal katanya dia orang Jerman. Anggap saja mereka memang orang Turki dan Jerman yang punya darah Indonesia (warisan leluhur ceritanya :D).
Soooo... terima kasih sudah membaca tulisan ini. J

Pontianak, 3 Januari 2018

Link review ↓



0 komentar:

Posting Komentar

 

MyHistory Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates