Tulisan pertama di
tahun 2018. saya akan menulis tentang review film AAC 2, yang akhirnya saya
putuskan untuk nonton, setelah mengalami pergulatan batin (#halaaaah).
Pada awalnya,
sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk menonton film ini. karena pertama
saya gak baca bukunya, dan saya tidak terlalu suka film Indonesia.
Waktu itu janjian sama
teman buat nonton. Walaupun keinginan buat nonton itu hanya sekitar 60%. Maju mundur
mau nonton. Apalagi ditambah baca review – review tentang film ini. makin mundurlah
mau nonton. Tapi, pada akhirnya saya
memutuskan untuk menonton, dengan niat mengapresiasi film bertema Islami.
Saya mikirnya, ya kalau saya dengan mudah mengeluarkan tiket untuk menonton
film barat yang gak ada unsur dakwahnya hanya karena saya suka. Masak sih untuk
film bertemakan dakwah ini, saya gak mau. Jadilah, akhirnya saya memutuskan
untuk nonton. Berusaha untuk melupakan review – review yang sudah saya baca. (insyaAllah di akhir tulisan, akan saya
sertakan link review – review film tersebut), walaupun tetap gak bisa
hahahaha.
Tapi, jujur saya
katakan... secara garis besar, film ini lebih baik dari perkiraan saya. Cukup bagus
dan layak lah buat di tonton. Walaupun ada beberapa scene yang emang lebay
banget, dan agak gak masuk akal, tapi, heeeei.... di drakor aja banyak banget
hal yang gak masuk akal...tapi tetap asyik – asyik aja buat ditonton (hahahahaha perbandingannya).
Ada beberapa sih
yang jadi pertanyaan saya.... tentang bahasa yang digunakan. Kenapa campur –
campur, kadang mereka tetap menggunakan bahasa Inggris. Kalau emang mau buat
memudahkan penonton, ya udah lah blaaas pake Bahasa Indonesia aja gitu. Tapi,
yaaaah itu mungkin buat ngasih kode bahwa sebenarnya percakapan itu menggunakan
bahasa Inggris. Kita anggap aja seperti itu ya.
Bagian lain yang
agak gak masuk akal buat saya adalah ketika Fahri bisa atau sanggup mengerahkan
sumber daya nya buat ngelacak situs tempat si Kiera mau “jual diri”. Kenapa itu gak dilakukan untuk mencari Aisha? Trus,
masak sih Fahri gak inget sama cita rasa masakan istrinya, teh buatan istrinya.
Paling gak, seharusnya ada monolog gitu di dalam filmnya, kayak Fahri lagi
ngebatin gitu “kok rasanya kayak buatan
Aisha ya?”. karena katanya di bukunya, si Fahri ini sebenarnya sudah curiga
sama sosok Sabina. Itu yang gak ketangkap di film ini. padahal gak perlu nambah
adegan sih, Cuma ditambah monolog aja pas Fahri nyicip makanan buatan istrinya.
Kalau ini kan dia lempeng aja gitu. (sesungguhnya
saya gregetan hahaha)
Kalau masalah Aisha
yang memilih untuk tidak mau mengungkap dirinya karena merasa bukan lagi wanita
seutuhnya, sedikit banyak saya bisa ngerti lah. Sapa sih yang mau diterima
hanya karena belas kasihan. Walaupun seharusnya,dengan kebaikan Fahri yang MasyaAllah
... kayaknya gak susah – susah amat lah buat Fahri untuk menerima kondisi Aisha
(toh pada akhirnya dia nerima juga :P). oh iya, pas scene ini, bisa diambil hikmahnya..Si Aisha rela merusak dirinya agar kehormatannya tetap terjaga. ceritanya kan dia ditangkap sama tentara zionis, daripada kehormatannya dirampas jadilah si Aisha merusak dirinya (dalam arti sebenarnya).... abaikan saja betapa tidak masuk akalnya dia gak pendarahan hebat #eh (X_X).
Scene paling nyesek
(versi temen saya) adalah ketika
Aisha ngeliat pernikahan Fahri. Teman saya nangis loh, tapi bukan karena
terharu...tapi karena membayangkan betapa hancurnya hati Aisha #eaaaaa. Kalau saya? Blaaaaasss...biasa
aja hahahahaha. eh ada sih yang buat saya baper dikit, pas scene mereka sholat bareng, bapernya dikiiiiit kok gak banyak hahahaha
Skip aja lah bahas
soal scene debat yang menurut saya sepertinya forum penyampaian opini hehehe. Walaupun
pada scene ada saat si nenek yang beragama Yahudi itu membela Fahri.
Yang paling gak
masuk akal adalah scene terakhir, saat Face Off... aduhai saya jadi ingat Face
Off nya John Travolta dan Nicolas Cage hahahahaha. Jadi bertanya – tanya, emang
Face off beneran bisa ya? dan dibolehkan menurut syari’at??. Tapi, ya kembali
lagi mengingat bahwa ini fiksi. Namanya Fiksi, bisa dibuat sedemikian rupa,
bahkan ketika keliatan gak masuk akal di dunia nyata J.
Akhir kata, saya menyarankan anda untuk
menonton film ini. karena secara keseluruhan film ini layak tonton kok,
menghibur, dan ada begitu banyak hikmah yang bisa kita ambil di dalamnya. Kalau mau dan kalau boleh membandingkan,
film ini lebih baik dari film DSC yang beberapa lalu saya tonton juga.
Oh ya, Lupakan saja
bahwa wajah Hulusi begitu Indonesia padahal dikisahkan dia orang Turki, atau si
Nenek Yahudi (lupa nama perannya euy X_X) yang Indonesia banget padahal katanya
dia orang Jerman. Anggap saja mereka memang orang Turki dan Jerman yang punya
darah Indonesia (warisan leluhur
ceritanya :D).
Soooo... terima
kasih sudah membaca tulisan ini. J
Pontianak, 3 Januari 2018
Link review ↓
dan ini Review dari Freaky Teppy
0 komentar:
Posting Komentar