Resign Dari
Dakwah: Menelisik diri Untuk Berbenah
Ust. Dwi Budiyanto
Meninggalkan dakwah itu perkara gampang. Kita tinggal sedikit demi
sedikit menjauhinya...
Tidak aktif lagi tanpa pemberitahuan...
Tidak merespon saat dihubungi...
Bersikap masa bodoh terhadap aktivasi...
Tidak datang saat diundang...
Sembunyi ketika di mobilisasi...
Intinya bersikap cuek dan masa bodoh saja.
Tenggelamkan dalam aktivitas yang memuaskan diri...
Sekali lagi, kita bertanya, apa manfaatnya bagi hidup kita?. Dakwah
memang tidak memberikan tumpukan harta. Bahkan bisa jadi kitalah yang
menyisihkan dari yang Allah karuniakan pada kita untuk menggerakkan dakwah.
Tapi disanalah kita menemukan makna yang indah. Kita terlibat dalam dakwah
bukan untuk memperoleh harta berlimpah. Kita ingin mendapatkan keridlaan Allah,
sehingga dengannya hidup kita bertabur barakah.
Sekiranya kita memilih masa bodoh dan ‘resign’ dari dakwah, sungguh ada
satu hal yang dikhawatirkan: dicabutnya
barakah dari hidup kita. Direnggutnya
qanaah terhadap harta dari diri kita. Tiba – tiba saja kita berubah
menjadi orang yang sangat ‘kemaruk’ dan rakus terhadap duniawi, secuil apapun
ia. Lalu aktifitas dakwah ditinggalkan. Forum – forum pembinaan mulai
ditinggalkan.
Sebagai gantinya, proyek2 materi menjadi lebih diutamakan. Dalam
situasi demikian (kadang) seseorang masih merasa berkebajikan. Padahal yang
dilakukannya tidak lebih dari aktifitas remeh yang disesaki oleh hasrat yang
besar terhadap uang. Semakin dikejar, rasa puas tak akan pernah terpenuhi. Tiba
– tiba juga kebutuhan tak bisa tercukupi, padahal pendapatan lebih banyak dari
sebelumnya. Jika hal yang demikian terjadi, alangkah baik sekiranya kita
berhenti sebentar. Menelisik kondisi diri. Jangan – jangan keberkahan itu telah
dicerabut dari hidup kita. Na’udzubillahi min dzalik.
Setiap saat kita memang perlu menelisik diri,
jika ada benih – benih
bergesernya orientasi, mari diluruskan kembali
Saat kelesuan mulai tumbuh, segera pupus dengan semangat beramal.
Ketika kejenuhan mulai melanda, perlulah silaturahim agar ada
penyegaran dan suntikan semangat membara.
Memperturutkan kelesuan
dan kemalasan beraktifitas dakwah hanya mendatangkan situasi yang semakin berat.
Lambat laun, seseorang berkeinginan ‘resign’ tanpa pamitan. Dalam situasi
demikian, ia tidak menyadari bahwa ada yang berbeda dari cara berpikir, bahasa,
dan juga bertindak. Mulailah ia bersikap seperti penumpang dan menanggalkan
mental sopir yang bersemangat, pantang menyerah dan berkeluh kesah,
berorientasi untuk mecari solusi, dan memilih untuk tidak menghujat dan
menghakimi.
Saking mudahnya meninggalkan dakwah, alasan apapun bisa dikemukakan. Seseorang dapat mengelabui Murabbi atau
qiyadah dakwah dengan alasan yang tampak masuk akal: bisnis, kerja, urusan
keluarga, atau apapun (Qs. Al Fath : 11 dan AlAhzab : 13). Tapi sungguh
Allah yang paling tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diri kita. Apakah alasan
– alasan itu benar adanya, ataukah muncul dari kelemahan diri dan hasrat kuat
untuk menghindar dari amanah.. lagi – lagi kita memang perlu banyak menelisik
diri.
Jika hari – hari ini kita mulai tampak lesu dan tidak bergairah di
jalan dakwah, forum – forum pembinaan terasa gampang ditinggalkan, kontribusi
yang mesti diberikan juga terasa berat ditunaikan, kerinduan bertemu ikhwah
tergantikan dengan hasrat kuat untuk mengejar duniawi, atau teramat nyinyir dan
antipati memandang dakwah serta komunitas kebaikan lainnya, rasa – rasanya
kitalah yang lebih butuh untuk menerima banyak nasihat dibandingkan orang lain.
Sungguh, tak ada manfaat yang dapat diperoleh dari meninggalkan dakwah, kecuali
hidup yang tercerabut dari memperoleh barakah.
Hari – hari ini ketika waktu istirahat bagi sejumlah ikhwah terasa amat
singkat, kita sungguh merasa malu. Sebagian kita masih bersantai – santai,
bahkan membiarkan diri dalam lalai. Ya, ada banyak diantara kita, termasuk saya yang lebih butuh
nasehat.
0 komentar:
Posting Komentar