Sudah siap?
Banyak yang bertanya:
Apa kriteria siap menikah?
Ini jawaban versi pak cah.
10 pertanyaan ukur kesiapan
menikah.
By. Cahyadi Takariawan
Saya sering menuliskan, bahwa
persiapan sebelum menikah itu meliputi persiapan spiritual, persiapan mental,
persiapan konsepsional, persiapan material, persiapan fisik dan persiapan
sosial. Namun bukan hanya enam jenis persiapan itu yang diperlukan, para
bujangwan dan bujangwati masih perlu merenung dan memikirkan masak-masak
seperti apa kondisi orang setelah menikah.
Coba bayangkan beberapa hal
yang terjadi setelah menikah berikut ini, dan tanyakan kepada diri sendiri
apakah anda sudah siap untuk menghadapinya.
1. Apakah Anda Siap Melepas
Kebebasan?
Salah satu hal yang sangat
berbeda antara lajang dengan orang yang sudah berumah tangga adalah dalam
hal kebebasan. Saat masih lajang, anda bebas melakukan apa saja. Anda
bebas makan dimana, jam berapa, menunya apa. Semua terserah anda. Anda
bebas mau mandi atau tidak mandi, mau mandi jam berapa, berapa kali sehari atau
berapa kali sepekan, semua terserah anda.
Setelah menikah, anda tidak
lagi memiliki kebebasan itu. Semua kebebasan anda itu hilang, karena anda
memasuki kawasan bertanggung jawab. Anda harus menenggang perasaan pasangan
anda atas semua perilaku, kebiasaan hidup, tutur kata, bahkan mimik wajah atau
bahasa tubuh anda. Anda tidak bisa bersikap semau sendiri, karena anda harus
membahagiakan pasangan.
2. Apakah Anda Siap Berbagi
dalam Semua Hal?
Dulu anda naik motor atau
mobil sendiri, kini anda harus berbagi. Dulu anda asyik ngenet sendiri, kini
ada pasangan yang bisa mencemburui. Dulu anda bisa keluar malam sendiri, kini
anda tidak bisa bebas lagi. Dulu anda bisa makan ke warung bakso sendiri, kini
anda tidak bisa semau sendiri. Dulu anda mau tidur dan bangun jam
berapapun dengan bebas, kini anda tidak bebas lagi. Ini semua karena anda harus
berbagi dengan pasangan dalam sangat banyak hal.
3. Apakah Anda Siap Menaiki
“Roller Coaster” Kehidupan?
Hidup berumah tangga itu ada
kemiripannya dengan menaiki roller coaster. Jika anda naik roller coaster, akan
melewati saat yang wajar dan biasa saja, ada saat ketegangan, ada saat
histeria, ada pula antiklimaks berupa kelegaan. Akan ada banyak sekali
suka dan duka yang akan dijumpai dalam kehidupan pernikahan. Tapi kebersamaan
yang kuat antara suami istri akan menjadikan mudah melewati semua bentuk krisis
atau masalah.
4. Apakah Anda Siap Terkejut
Karena Menemukan Hal Baru dari Pasangan?
Sahabat muda, sebelum
menikah, apalagi bagi mereka yang melewati masa pacaran, bisa jadi anda merasa
telah mengenal banyak hal dari pasangan. Orang pacaran lebih banyak menampilkan
kebohongan demi menyenangkan pasangan. Maka anda akan menemukan banyak sekali
hal baru setelah menikah dan hidup berdua bersama pasangan. Hal-hal yang
menjadi jati diri pasangan yang sesungguhnya.
Apalagi bagi pasangan yang
tidak melewati masa pacaran, hanya berbekal masa ta’aruf secara Islami untuk
menjaga hati. Pengenalan tentu tidak mendalam, karena lebih banyak sisi
kesamaan visi dan keyakinan akan kebaikan calon pasangan. Maka setelah menikah,
setiap hari adalah hari baru untuk lebih banyak tahu tentang kondisi pasangan.
Anda akan terus dikejutkan dengan banyak hal baru dari pasangan yang belum
pernah anda ketahui sebelumnya. Maka bersiaplah menghadapi hari-hari penuh
kejutan itu.
5. Apakah Anda Siap Melihat
Sisi Paling Jelek dari Pasangan?
Sebelum menikah, anda hanya
menemukan pasangan anda dalam kondisi wangi dan sudah berdandan rapi. Anda
tidak pernah menjumpainya dalam keadaan acak-acakan, karena selalu ada
persiapan sebelum pertemuan sebelum menikah. Kini setelah menikah, anda bertemu
setiap saat. Tidak ada waktu untuk bersiap diri, karena anda selalu berada
bersama pasangan setiap saat. Semua bau-bauan yang muncul dari tubuh anda,
semua bunyi-bunyian yang muncul dari tubuh anda, tidak bisa lagi anda
rahasiakan dari pasangan.
Maka anda harus siap menerima
kondisi pasangan dari sisi yang paling jelek sekalipun. Sebagaimana anda harus
siap dilihat oleh pasangan dari sisi yang paling jelek. Tapi justru itulah yang
menjadi bumbu pernikahan Anda.
6. Apakah Anda Siap Bertemu
Setiap Saat?
Dalam kehidupan berumah
tangga, keintiman harus terus ditingkatkan dengan melakukan variasi setiap
harinya. Jika kesibukan dan rutinitas kegiatan setiaphari membuat anda merasa
jenuh, maka setidaknya luangkan waktu sekali dalam seminggu atau sebulan untuk
menghabiskan waktu berdua saja untuk melakukan refreshing.
Siap bertemu setiap saat
dengan pasangan? Yakin, anda tidak bosan? Jika siap, berarti anda sudah siap
menikah.
7. Apakah Anda Siap
Menyelesaikan Masalah Secara Bersama?
Sahabat muda, saat masih
lajang, anda berusaha menyelesaikan semua masalah sendirian. Sekarang setelah
menikah, anda harus menyelesaikan masalah bersama dengan pasangan. Karena anda
berdua menjadi bagian yang utuh dan tak terpisahkan satu dengan yang lain, maka
masalah anda akan berpengaruh terhadap pasangan dan masalah pasangan pun akan
berpengaruh terhadap anda. Untuk itulah anda berdua harus sharing untuk
mendialogkan permasalahan yang anda hadapi. Komunikasi memegang peranan yang
sangat penting dalam kehidupan pernikahan. Kegagalan komunikasi sering menjadi
faktor yang sangat vital dalam menimbulkan konflik dan pertengkaran suami
istri.
8. Apakah Anda Siap Menemukan
Tujuan Paling Hakiki dari Pernikahan?
Tujuan menikah bukan sekadar
untuk memenuhi kebutuhan seksual atau karena sudah waktunya menikah. Setelah
menikah, anda akan menemukan makna dan tujuan pernikahan secara lebih nyata,
bukan dalam dataran teori ataupun wacana. Ketika tujuan itu sudah ditemukan,
maka pondasi pernikahan anda akan semakin kuat setiap waktunya.
9. Apakah Anda Siap
Menghadapi Kerepotan Mengurus Anak?
Setelah menikah, anda akan
segera menyambut kehadiran bayi mungil, buah cinta anda berdua. Anda harus siap
berbagi untuk mengurus bayi yang bisa menguras tenaga dan perhatian anda.
Keintiman anda sebagai suami istri menjadi “terganggu” oleh kerepotan mengurus
bayi.
10. Apakah Anda Siap Terikat
oleh Hak dan Kewajiban?
Sebelum menikah, anda adalah
makhluk bebas merdeka. Sebagai orang dewasa, anda sudah tidak terlalu diikat
oleh orang tua, namun belum memiliki beban kehidupan. Setelah menikah, semua
segera berubah. Anda terikat dengan hak dan kewajiban bersama pasangan. Setelah
muncul anak, bertambah lagi beban dan kewajiban itu.
Sahabat muda, pikirkan dan
renungkan lagi, sudah siapkah anda dengan itu semuanya? Jika anda sudah siap,
maka itu bagian dari pertanda kesiapan anda memasuki kehidupan pernikahan.
Selamat memasuki kehidupan pernikahan yang penuh keindahan dan keajaiban.
Nah,
udah baca kan 10 kriteria Siap menikah dari Pak Cah di atas? Kalau belum, boleh
di baca dulu. Kalau udah, mari kita berpikir dan bertanya pada masing – masing
diri kita.
Benarkah
kita sudah siap untuk menikah ? *jangan
keburu – buru menjawabnya ya*
Kalau
saya.... setelah membaca 10 kriteria itu, kemudian bertanya pada diri,
meresapi, lalu berpikir... sepertinya kesiapan saya untuk memasuki dunia
pernikahan dengan segala lika likunya, sepertinya tak lebih dari 65% (ya
walaupun penilaian sungguh sangat subjektif). 10 kriteria itu membuat saya
bertanya pada diri, sudah sanggup kah saya berbagi hidup, berbagi semua hal,
melepaskan sebagian bahkan mungkin seluruh kebebasan saya, meninggalkan semua
yang dari lahir melekat dihidup saya untuk kemudian hidup bersama dengan
seorang laki – laki yang kemungkinan besar baru saya kenal.
Pertanyaan
itu terus menggelayut dalam pikiran saya, bersamaan dengan logika saya yang
mencoba menetralkan pikiran – pikiran yang negatif tentang suatu pernikahan.
Berkali
– kali saya membaca 10 kriteria, sambil terus berusaha menjawab sendiri
pertanyaan – pertanyaan yang bermain – main dalam pikiran saya. Saya ingin
menikah, sangat ingin menikah. Tapi INGIN dan SIAP adalah 2 hal yang berbeda.
Saya
harus mengkaji diri saya sendiri, apakah keinginan menikah itu, memang sudah
sejalan dengan kesiapan?apakah ilmu – ilmu tentang pernikahan sudah cukup
mumpuni sebagai panduan dalam menjalani Rumah Tangga nantinya.
Saya
tidak ingin menikah karena desakan umur, tapi di satu sisi, tidak bisa saya
pungkiri, umur yang terus bertambah, harapan dari orang tua, membuat saya
berpikir menikah untuk saya bukanlah lagi hanya sekedar sebagai sebuah
keinginan, tapi sebuah kebutuhan. Kebutuhan membahagiakan orang tua.
Bahkan,
hal itu pun masih harus membuat saya berpikir. Tepatkah alasan saya itu? Iya,
saya ingin sekali mewujudkan keinginan kedua orang tua saya. Tapi, cukupkah alasan itu sebagai alasan saya
untuk menikah.
saya
masih punya waktu untuk berpikir tentang ini, karena tanda – tanda jodoh
mendekat juga belum ada. Semoga ketika sang jodoh datang, saya sudah siap.
Aamiin....
0 komentar:
Posting Komentar